Bekasi//sinyalbekasi.com - Menyikapi persoalan kepemimpinan di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, terkait pemberhentian sementara Kepala Desa Lambangsari Pipit Haryanti SE.I dan penetapan Pelaksana Tugas (Plt) Kades Lambangsari oleh Pj. Bupati Bekasi Dr. H. Dani Ramdan, MT, terkait dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan yang disangkakan kepada Pipit Haryanti SE.I.
Dalam hal tersebut, Warga masyarakat Desa Lambangsari berbondong-bondong menggelar Deklarasi menyatakan sikap, bersama Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Kemitraan Desa Lambangsari.
Meminta Kepada Pj. Bupati Bekasi untuk Menarik Keputusan Pj. Bupati Bekasi Nomor: HK.02.02/Kep.418-DPMD/2022. Plt Kepala Desa Lambangsari yang telah dikeluarkan pada tanggal 8 September 2022. Serta meminta penyelesaian hukum yang menjerat Kades Pipit Haryanti untuk dilakukan upaya pendekatan restorative justice.
Acara pun diadakan di Kantor aula Desa pada Minggu (11-09-2022). Dihadiri oleh para pengurus Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Posyandu, PKK, PSM, Karang Taruna Desa, LPM, Pokdar Kamtibmas, Linmas/Hansip dan BKM.
Acara dirangkai dengan menyanyikan lagu Indonesia raya, pernyataan sikap, penandatanganan bersama untuk kebebasan kepala Desa Lambangsari Pipit Haryanti yang bertuliskan, 'Bebaskan Kades Bunda Pipit H' dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Pernyataan sikap tersebut dibacakan langsung dari salah satu perwakilan masyarakat. Sarjan dalam orasinya mengatakan, tentang persoalan pemberhentian sementara Kepala Desa Lambangsari dan kemudian menetapkan Plt. Kepala Desa adalah sebuah aturan, namun demikian menganggap bahwa aturan tersebut dikeluarkan dengan sarat kepentingan politik.
"dan kami menolak kebijakan tersebut, kami menganggap bahwa Sekertaris Desa adalah bagian dari peristiwa yang menyebabkan kepala desa Pipit Haryanti menjadi tersangka tunggal yang dianggap janggal dan sejatinya kasus yang disangkakan tidak harus sampai ke Rana penanganan hukum," kata Sarjan didamping para perwakilan lembaga desa.
Selanjutnya, persoalan PTSL 2021 yang terjadi di wilayah tidak ada upaya tindakan untuk melakukan korupsi, karena pungutan biaya PTSL yang dilakukan adalah dalam rangka kebutuhan teknis untuk mempercepat upaya penyelesaian sertifikat dan terbukti bisa diselesaikan secara cepat dan sudah diterima oleh pemohon/masyarakat sejak Desember 2021 hingga awal tahun 2022.
"Keputusan biaya tambahan adalah kesepakatan dan bukan intruksi atau perintah Kepala Desa dan menjadi keputusan bersama yang kemudian secara mayoritas masyarakat pemohon PTSL setuju dengan suka rela dan tidak berkeberatan serta tidak ada uang negara yang dipakai dalam program ini" bebernya bersama.
Sarjan melanjutkan, setiap persoalan yang terjadi di wilayah otoritas pedesaan segala hal yang berkaitan dengan hal-hal persengketaan, maupun pada persoalan kebijakan yang berakibat adanya keberatan warga terhadap kebijakan lingkup desa yang seharusnya lebih mendahulukan penyelesaian melalui musyawarah, sesuai dengan kondisi dan hak asal usul desa, termasuk terkait persoalan PTSL yang terjadi diwilayah.
"karena kami menilai sesuai dengan poin (2) persoalan PTSL adalah persoalan lebih pada administrasi dan bukan kepentingan memperkaya diri sendiri maupun korupsi uang Negara yang sejatinya bisa terselesaikan melalui jalur-jalur di luar hukum sebelumnya dan patut diduga kasus yang terjadi kepada Kepala Desa kami adalah "KRIMINALISASI PTSL," Ungkap Sarjan dengan nada tegas membacanya.
Perlu dipertegas, ujar Sarjan, budaya lapor melapor terhadap persoalan yang sejatinya bisa terselesaikan melalui musyawarah akan merusak tatanan sistem di masyarakat, dari rentetan kejadian yang terjadi, masyarakat menduga apa yang kemudian terjadi di wilayah Desa terkait PTSL lebih pada sarat kepentingan yang cenderung politis.
"Jika kemudian pernyataan sikap kami tidak mendapatkan perhatian untuk ditanggapi, maka kami secara bersama akan mundur sebagai Lembaga Kemasyarakatan Desa dan kemitraan desa, sebagai bentuk keprihatinan kami atas ketidakadilan yang terjadi," tutupnya.
Ditempat yang sama, Ketua Posyandu Desa sekaligus Ketua Kesejahteraan Keluarga (PKK), Nela Purnama menyatakan sangat keberangkatan jika Kepala Desa Lambangsari Pipit Haryanti di hukum, karena warga merasakan betul perhatian serta kepedulian Kades kepada masyarakat.
"Jadi selama dibimbing sama beliau kami mendapat banyak pelatihan. Semua ibu ibu disini sangat kehilangan dan berduka dan kami tidak terima kalau Kepala Desa kami ditahan dengan kepastian yang tidak pasti," ungkapnya.
Nela yang juga mewakili kaum Ibu Ibu Desa merasa sangat kehilangan dan ia memohon kepada para Pimpinan Pemerintah Kab. Bekasi untuk dapat mendengar pernyataan sikap masyarakat Desa Lambangsari.
"karena Kepala desa jika tidak di dukung masyarakat maka tidak akan berarti apa apa, dan Kami ingin Kepala Desa kami itu di bebaskan" ucapnya dengan bertakbir bersama.
(Dwi)